syekh nawawi al bantani
Kemasyhuran dan nama besar Syeikh Nawawi al-Bantani kiranya sudah tidak
perlu diragukan lagi. Melalui karya-karyanya, kira-kira mencapai 200-an
kitab, ulama kelahiran Kampung Tanara, Serang, Banten, 1815 M ini telah
membuktikan kepada dunia Islam akan ketangguhan ilmu ulama-ulama
Indonesia.
Para ulama di lingkungan Masjidil Haram sangat hormat kepada
kealimannya. Bahkan ketika Syeikh Nawawi berhasil menyelesaikan karyanya
Tafsir Marah Labid, para ulama Mekkah serta merta memberikan
penghormatan tertinggi kepadanya. Pada hari yang telah ditentukan para
ulama Mekah dari berbagai penjuru dunia mengarak Syeikh Nawawi
mengelilingi Ka`bah sebanyak tujuh kali sebagai bukti penghormatan
mereka atas karya monumentalnya itu.
Nama Imam Nawawi begitu dominan, terutama dalam lingkungan
ulama-ulama Syafi’iyah. Beliau sangat terkenal kerana banyak karangannya
yang dikaji pada setiap zaman dari dahulu sampai sekarang. Nama ini
adalah milik Muhyiddin Abu Zakaria Yahya bin Syirfu an-Nawawi yang
dilahirkan di Nawa sebuah distrik di Damaskus Syiria pada bulan Muharram
tahun 631 H.
Pada penghujung abad ke-18 lahir pula seseorang yang bernama Nawawi
di Tanara, Banten. Nama lengkapnya adalah Syeikh Muhammad Nawawi bin
Umar ibnu Arabi bin Ali al-Jawi al-Bantani. Anak sulung seorang ulama
Banten, lahir pada tahun 1230 H/1814 M di Banten dan wafat di Mekah
tahun 1314 Hijrah/1897 Masehi.
Ketika kecil, sempat belajar kepada ayahnya sendiri, kemudian
memiliki kesempatan belajar ke tanah suci. Datang ke Mekah dalam usia 15
tahun dan meneruskan pelajarannya ke Syam (Syiria) dan Mesir. Tidak
diketahui secara pasti, berapa lama Imam Nawawi mengembara keluar dari
Mekah kerana menuntut ilmu hingga kembali lagi ke Mekah. Keseluruhan
masa tinggal di Mekah dari mulai belajar, mengajar dan mengarang hingga
sampai kemuncak kemasyhurannya lebih dari setengah abad lamanya.
Karena Syeikh Nawawi yang lahir di Banten ini juga memiliki kelebihan
yang sangat hebat dalam dunia keulamaan melalui karya-karya tulisnya,
maka kemudian ia diberi gelar Imam Nawawi kedua (Nawawi ats-Tsani).
Orang pertama memberi gelar ini adalah Syeikh Wan Ahmad bin Muhammad
Zain al-Fathani. Gelar ini akhirnya diikuti oleh semua orang yang
menulis riwayat ulama asal dari Banten ini. Sekian banyak ulama dunia
Islam sejak sesudah Imam Nawawi pertama, Muhyiddin Abu Zakaria Yahya bin
Syirfu (wafat 676 Hijrah/1277 Masehi) hingga saat ini, belum pernah ada
orang lain yang mendapat gelaran Imam Nawawi kedua, kecuali Syeikh
Nawawi yang kelahiran Banten (Imam Nawawi al-Bantani).
Meskipun demikian masyhurnya nama Nawawi al-Bantani, namun Beiau
adalah sosok pribadi yang sangat tawadhu’. Terbukti kemudian, meskipun
Syeikh Nawawi al-Bantani diakui alim dalam semua bidang ilmu keislaman,
namun dalam dunia tarekat para sufi, tidak pernah diketahui Beliau
pernah membaiat seorang murid pun untuk menjadi pengikut thariqah. Hal
ini dikarenakan, Syeikh Ahmad Khathib Sambas (Kalimantan), guru Thariqah
Syeikh Nawawi al-Bantani, tidak melantiknya sebagai seorang mursyid
Thariqat Qadiriyah-Naqsyabandiyah. Sedangkan yang dilantik ialah Syeikh
Abdul Karim al-Bantani, sepupu Syeikh Nawawi al-Bantani, yang sama-sama
menerima thariqat itu dari Syeikh Ahmad Khathib Sambas. Tidak diketahui
secara pasti penyebab Nawawi al-Bantani tidak dibaiat sebagai Mursyid.
Syeikh Nawawi al-Bantani sangat mematuhi peraturan, sehingga Beliau
tidak pernah mentawajuh/membai’ah (melantik) seorang pun di antara para
muridnya, walaupun sangat banyak di antara mereka yang menginginkan
untuk menjalankan amalan-amalan thariqah.
Guru-gurunya
Di Mekah Syeikh Nawawi al-Bantani belajar kepada beberapa ulama
terkenal pada zaman itu, di antara mereka yang dapat dicatat adalah
sebagai berikut: Syeikh Ahmad an-Nahrawi, Syeikh Ahmad ad-Dimyati,
Syeikh Muhammad Khathib Duma al-Hanbali, Syeikh Muhammad bin Sulaiman
Hasbullah al-Maliki, Syeikh Zainuddin Aceh, Syeikh Ahmad Khathib Sambas,
Syeikh Syihabuddin, Syeikh Abdul Ghani Bima, Syeikh Abdul Hamid
Daghastani, Syeikh Yusuf Sunbulawani, Syeikhah Fatimah binti Syeikh
Abdus Shamad al-Falimbani, Syeikh Yusuf bin Arsyad al-Banjari, Syeikh
Abdus Shamad bin Abdur Rahman al-Falimbani, Syeikh Mahmud Kinan
al-Falimbani, Syeikh Aqib bin Hasanuddin al-Falimbani dan lain-lain.
Murid-muridnya
Syeikh Nawawi al-Bantani mengajar di Masjidil Haram menggunakan
bahasa Jawa dan Sunda ketika memberi keterangan terjemahan kitab-kitab
bahasa Arab.
Murid-muridnya yang berasal-dari Nusantara banyak sekali yang
kemudian menjadi ulama terkenal. Di antara mereka ialah, Kiai Haji
Hasyim Asy’ari Tebuireng, Jawa Timur; Kiai Haji Raden Asnawi Kudus, Jawa
Tengah; Kiai Haji Tubagus Muhammad Asnawi Caringin, Banten; Syeikh
Muhammad Zainuddin bin Badawi as-Sumbawi (Sumba, Nusa Tenggara); Syeikh
Abdus Satar bin Abdul Wahhab as-Shidqi al-Makki, Sayid Ali bin Ali
al-Habsyi al-Madani dan lain-lain. Tok Kelaba al-Fathani juga mengaku
menerima satu amalan wirid dari Syeikh Abdul Qadir bin Mustafa
al-Fathani yang diterima dari Syeikh Nawawi al-Bantani.
Salah seorang cucunya, yang mendapat pendidikan sepenuhnya dari
nawawi al-Bantani adalah Syeikh Abdul Haq bin Abdul Hannan al-Jawi
al-Bantani (1285 H./1868 M.- 1324 H./1906 M.). Banyak pula murid Syeikh
Nawawi al-Bantani yang memimpin secara langsung barisan jihad di Cilegon
melawan penjajahan Belanda pada tahun 1888 Masehi. Di antara mereka
yang dianggap sebagai pemimpin perlawanan Perjuangan di Cilegon ialah
Haji Wasit, Haji Abdur Rahman, Haji Haris, Haji Arsyad Thawil, Haji
Arsyad Qasir, Haji Aqib dan Tubagus Haji Ismail. Para ulama pejuang
bangsa ini adalah murid Syeikh Nawawi al-Bantani yang dikader di Mekkah.
(Syaifullah Amin)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar