Kejujuran
Idris AYAH IMAM SYAFI'I
Seorang
pemuda bernama Idris berjalan menyusuri sungai. Tiba-tiba ia melihat buah
delima
yang hanyut terbawa air. Ia ambil buah itu dan tanpa pikir panjang langsung
memakannya.
Ketika Idris sudah menghabiskan setengah buah delima itu, baru terpikir
olehnya,
apakah yang dimakannya itu halal? Buah delima yang dimakan itu bukan miliknya.
Idris
berhenti makan. Ia kemudian berjalan ke arah yang berlawanan dengan aliran
sungai,
mencari di mana ada pohon delima. Sampailah ia di bawah pohon delima yang
lebat
buahnya, persis di pinggir sungai. Dia yakin, buah yang dimakannya jatuh dari
pohon
ini.
Idris
lantas mencari tahu siapa pemilik pohon delima itu, dan bertemulah dia dengan
sang
pemilik, seorang lelaki setengah baya. “Saya telah memakan buah delima Anda.
Apakah
ini halal buat saya? Apakah Anda mengihlaskannya?” kata Idris.
Orang
tua itu, terdiam sebentar, lalu menatap tajam. “Tidak bisa semudah itu. Kamu
harus
bekerja menjaga dan membersihkan kebun saya selama sebulan tanpa gaji,” katanya
kepada
Idris.
Demi
memelihara perutnya dari makanan yang tidak halal, Idris pun langsung
menyanggupinya.
Sebulan berlalu begitu saja. Idris kemudian menemui pemilik kebun.
“Tuan,
saya sudah menjaga dan membersihkan kebun Anda selama sebulan. Apakah
Tuan
sudah menghalalkan delima yang sudah saya makan?”
“Tidak
bisa, ada satu syarat lagi. Kamu harus menikahi putri saya; Seorang gadis buta,
tuli,
bisu dan lumpuh.”
Idris
terdiam. Tapi dia harus memenuhi persyaratan itu. Idris pun dinikahkan dengan
gadis
yang disebutkan. Pemilik menikahkan sendiri anak gadisnya dengan disaksikan
beberapa
orang, tanpa perantara penghulu.
Setelah
akad nikah berlangsung, tuan pemilik kebun memerintahkan Idris menemui
putrinya
di kamarnya. Ternyata, bukan gadis buta, tuli, bisu dan lumpuh yang ditemui,
namun
seorang gadis cantik yang nyaris sempurna. Namanya Ruqoyyah.
Sang
pemilik kebun tidak rela melepas Idris begitu saja; Seorang pemuda yang jujur
dan
menjaga diri dari makanan yang tidak halal. Ia ambil Idris sebagai menantu,
yang kelak
memberinya
cucu bernama Syafi’i, seorang ulama besar, guru dan panutan bagi jutaan
kaum muslimin
di dunia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar